Bogor — Unit Pelaksana Teknis (UPT) IV PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) Bidang Jalan dan Jembatan Ciampea diduga menjadi sarang praktik pungutan liar (pungli) terhadap Pekerja Harian Lepas (PHL) dan para mandor pekerja, Rabu 23 Juli 2025.
Padahal, sebagai kepanjangan tangan dari Kementerian PUPR dan Pemerintah, seharusnya lembaga ini mampu memberikan kontribusi nyata dan perlindungan terhadap hak-hak para pekerja. Namun kenyataannya, UPT IV PUPR Ciampea justru diduga menjadi pelaku pungli yang sistematis.
Dugaan ini mencuat setelah kesaksian salah satu mandor berinisial SA, yang pada 22 Juli 2025 menyampaikan keluhannya dalam sebuah video TikTok milik LSM Gempar. Dalam video tersebut, SA mengaku bahwa para PHL dipotong sebesar Rp 200.000, sedangkan para mandor dikenakan pungutan hingga Rp 750.000.
Ketua LSM Gempar, Sambas Alamsyah, turut menguatkan laporan tersebut. Ia mengungkap bahwa ada indikasi manipulasi data, termasuk nama-nama PHL fiktif yang tercatat namun tidak pernah hadir di lapangan. “Ada nama, tapi orangnya tidak ada. Alias goib,” ujar Sambas sambil tertawa kecil, menyindir praktik tak wajar tersebut.
Lebih lanjut, Sambas menduga pungli ini telah berlangsung cukup lama dengan nilai yang tidak sedikit. “Dalam sebulan, nilainya bisa mencapai puluhan juta rupiah, dan ini dilakukan oleh oknum Kepala UPT berinisial YI bersama timnya,” ujarnya.
Ketika hendak dikonfirmasi di kantor UPT IV PUPR Jalan Raya Leuwiliang, YI enggan memberikan tanggapan. Upaya klarifikasi juga telah dilakukan kepada pihak atasan berinisial HR, namun hingga berita ini ditayangkan, belum ada pernyataan resmi maupun respons dari yang bersangkutan.
Dugaan praktik pungli ini menjadi tamparan keras bagi institusi PUPR, khususnya di wilayah Kabupaten Bogor. Diharapkan dengan terbongkarnya kasus ini, tidak ada lagi pemotongan liar terhadap upah para PHL dan mandor di UPT mana pun.
LSM Gempar mendesak agar pihak PUPR Pusat segera turun tangan, mengusut tuntas dan memberikan sanksi tegas, termasuk pemecatan, kepada siapa pun yang terlibat dalam praktik yang mencederai kepercayaan publik ini.
(Heri Herdiana)