Garut, – Polemik dugaan penyelewengan dana Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Cihaurkuning, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, terus menjadi sorotan publik. Ironisnya, meski Kepala Desa Iwan Lukmansyah telah mengakui penggunaan dana sebesar Rp100 juta tanpa prosedur musyawarah desa, proses hukum atas kasus ini justru mandek di tengah jalan.
Ketua DPD Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (Akpersi) Jawa Barat, Ahmad Syarifudin, C.BJ., C.EJ., bahkan turun langsung ke kantor Inspektorat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Garut, Kamis (10/7/2025), untuk mendesak transparansi dan penanganan serius atas dugaan penyimpangan tersebut.
Inspektorat: Sudah Dipanggil, Tapi Masih Didalami
Pihak Inspektorat Kabupaten Garut membenarkan telah memanggil Kepala Desa dan Sekretaris Desa terkait kasus ini. Namun, audit yang telah dilakukan disebut belum bisa dipublikasikan.
“Teman-teman auditor sudah menemukan angka. Tapi kami masih mendalami siapa saja yang terlibat. Masih menunggu finalisasi dari Unit Kerja,” ujar Alih, perwakilan Inspektorat.
Alih menambahkan bahwa pembinaan administratif telah dilakukan, namun belum ada tindak lanjut hukum yang tegas meski kerugian negara sudah mulai teridentifikasi.
DPMD: Koordinasi Sudah Dilakukan, Tapi Realisasinya?
Daris, pejabat fungsional dari DPMD Garut, menyatakan pihaknya sudah melakukan pembinaan terhadap Pemdes Cihaurkuning. Ia mengklaim bahwa Kades dan Sekdes telah berjanji untuk mengaktifkan kembali kegiatan BUMDes.
“Kami sudah minta agar kegiatan BUMDes kembali berjalan. Mereka sudah siapkan bahan dan dana,” ujar Daris. Ia juga menegaskan bahwa pihak kecamatan sudah melayangkan surat teguran resmi.
Camat Malangbong Bungkam Saat Dikonfirmasi
Respons berbeda justru datang dari Camat Malangbong, Undang Saripudin. Saat dikonfirmasi langsung oleh Ketua DPD Akpersi Jabar lewat WhatsApp, tak ada tanggapan yang diberikan.
“Saya hubungi langsung lewat WA, tapi bungkam. Padahal camat harusnya jadi pengawas utama,” tegas Ahmad Syarifudin.
Sikap diam camat ini memicu dugaan publik adanya pembiaran atau bahkan upaya perlindungan terhadap pihak yang diduga melakukan penyimpangan.
Ketua BUMDes Baru: Kas Kosong, Belum Ada Serah Terima
Ketua BUMDes yang baru menyampaikan fakta lapangan yang berbeda dengan klaim DPMD. Ia mengaku belum resmi menjabat karena belum ada serah terima dari pengurus sebelumnya, dan kas BUMDes saat ini masih kosong.
“Saya belum terima jabatan secara resmi. Uang juga belum ada. Kas kosong,” ujarnya.
Fakta Sementara di Lapangan:
Pengakuan Kades soal dana Rp100 juta tanpa musyawarah desa: Sudah ada
Dana dikembalikan: Belum
Serah terima ke pengurus baru: Belum
Kegiatan BUMDes aktif kembali: Belum
Tindakan hukum oleh APH: Belum ada
Akpersi Jabar Ultimatum: Akan Lapor ke Ombudsman dan KPK
Ketua DPD Akpersi Jabar, Ahmad Syarifudin, menyampaikan sikap tegas:
“Kalau keadilan tidak ditegakkan, kami tidak akan diam. Kami siap melayangkan laporan resmi ke Ombudsman RI, Kejaksaan Negeri, bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” tegasnya.
Rompi Oranye: Tanda Tanya Besar
Dengan pengakuan kepala desa yang sudah terang, dan hasil audit yang mulai mengarah pada kerugian negara, publik bertanya: Kenapa rompi oranye belum disematkan?
Apakah aparat penegak hukum (APH) benar-benar berani menuntaskan kasus ini, atau hanya sibuk menyusun klarifikasi demi klarifikasi?